Home » » kasus sempitnya lapangan pekerjaan

kasus sempitnya lapangan pekerjaan

Ketidakhadiran peran negara secara nyata dan optimal dalam pemenuhan kebutuhan dasar warga negaranya adalah salah satu ancaman terbesar bagi nasionalisme.

Ancaman ini akan semakin serius jika dalam kondisi yang lebih genting, negara tetap absen sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Dalam hal ini, tenaga kerja Indonesia atau TKI masuk dalam kelompok masyarakat yang rentan terhadap ancaman krisis nasionalisme.

Sulitnya mencari kerja di Tanah Air sebagai akibat dari ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan kerja yang mencukupi mendorong sejumlah orang lebih memilih bertaruh nasib di negeri orang.

Banyak orang tua lebih mendukung putra-putrinya langsung bekerja sebagai TKI selepas lulus sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat daripada melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Biaya pendidikan yang mahal, waktu studi yang lama dan sempitnya lapangan kerja yang tersedia menjadi pertimbangan logis untuk mencari jalan pintas yang lebih prospektif.

Bak bola salju yang terus bergulir, menjadi TKI kini tidak lagi didominasi tenaga kerja berpendidikan rendah menengah di sektor informal. Fakta ini kian memudarkan pengertian TKI yang selama ini dikonotasikan dengan pekerja kasar. Konotasi yang muncul karena sebanyak 80 persen TKI kita bekerja di sektor informal terutama sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

Minimnya ketersediaan lapangan kerja yang semakin diperparah oleh apresiasi yang rendah serta sistem kompetisi yang tidak fair menjadi dorongan kuat bagi masyarakat kelas menengah (lulusan perguruan tinggi) untuk lebih memilih bekerja di luar negeri. Banyak di antara mereka yang kemudian merasa eksistensi dan kontribusi mereka lebih dihargai di negeri orang daripada di negaranya sendiri. Ancaman terhadap nasionalisme semakin besar.

Negara Absen

Cerita kehidupan TKI di luar negeri sangat beragam. Dari yang tragis dan memilukan hingga sukses mendulang banyak modal dan pengetahuan di negeri orang. Baik yang menuai hujan emas maupun hujan batu, keduanya acapkali mempertanyakan kehadiran negara. Seperti yang dialami sejumlah saudara kita yang menjadi TKI di Arab Saudi.

Banyak di antara mereka yang telantar di kolong jembatan, kasus yang tak kunjung selesai, penyiksaan dan pelecehan seksual hingga pulang hanya tinggal nama. Dalam kondisi seperti itu, peran negara yang seharusnya melindungi dan mengayomi warga negaranya di manapun berada sering kali tidak ada. Banyak yang harus mengurus masalahnya sendiri atau dengan bantuan dari pihak lain nonpemerintah.

Mereka yang sukses juga mempertanyakan peran negara. Mengapa negara lain lebih memperhatikan, melindungi dan menghargai mereka daripada negaranya sendiri. Jangankan yang bekerja di sektor formal, TKI yang bekerja di sektor informal sebagai PRT saja sangat diperhatikan.

Seperti para PRT di Hong Kong. Dengan gaji yang lumayan, sistem kerja yang manusiawi dan perlindungan hukum yang memadai dari pemerintah setempat, seorang PRT di sana bisa mengalami lompatan luar biasa tidak hanya secara ekonomi namun juga intelektual.

Mereka bisa bermetamorfosis secara dinamis untuk mempersiapkan masa depan yang lebih sekembalinya ke Tanah Air. Beberapa PRT bisa nyambi sebagai penulis atau berbisnis kecil-kecilan bahkan melanjutkan studi hingga jenjang perguruan tinggi. Sebuah kemajuan yang luar biasa. Seperti langit dan bumi saja jika dibandingkan dengan PRT dan buruh di dalam negeri. Kehidupan para guru swasta kita pun kalah. Padahal, notabene sebagian mereka adalah para sarjana lulusan perguruan tinggi yang seharusnya memiliki kehidupan lebih layak.

Ketika masyarakat mulai mempertanyakan peran negara, ini bisa menjadi indikasi adanya bibit-bibit krisis nasionalisme dari anak negeri sendiri. Pertanyaan demi pertanyaan yang tidak terjawab akan berakumulasi menjadi kekecewaan yang jika terus dibiarkan akan menjadi bom waktu yang bisa meledak meluluhlantakkan nasionalisme bangsa di kemudian hari.

Hilangnya Aset Potensial

Apa yang paling mengkhawatirkan jika krisis nasionalime TKI terutama pada kelompok kelas menengah terus berlanjut hingga semakin parah? Salah satu dampak terbesarnya adalah hilangnya aset potensial berupa sumber daya manusia yang berkualitas di negeri ini.

Kondisi dalam negeri yang semakin tidak kondusif seperti lapangan kerja yang terbatas, sistem rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) sarat dengan kecurangan, iklim kompetisi tidak fair dan apresiasi kerja rendah, menjadi faktor pendorong kalangan menengah profesional untuk lebih memilih bekerja dan berkarya di luar negeri.

Sementara itu, permintaan TKI di luar negeri masih sangat tinggi. TKI menjadi salah satu favorit di sejumlah negara karena etos kerja TKI dikenal baik. Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki banyak tenaga ahli profesional di berbagai bidang ilmu. Banyak negara mengincar tenaga-tenaga profesional kita.

Untuk itu, mereka bersedia membayar mahal dan memberikan fasilitas serta kesempatan seluas-luasnya bagi tenaga ahli kita untuk berkembang maksimal. Gayung bersambut. Kekecewaan terhadap pemerintah digunakan sebagai kesempatan baik oleh negara lain untuk mendapatkan tenaga-tenaga profesional yang disia-siakan oleh pemerintahnya sendiri.

Semakin besarnya komposisi pekerja profesional dalam piramida TKI berarti semakin besar aset potensial kita yang hilang. Sebuah kerugian besar karena SDM seperti ini adalah salah satu modal utama untuk membangun negara. Aset yang seharusnya dipertahankan.

Pemerintah seharusnya mengantisipasi agar ancaman terhadap krisis nasionalisme ini tidak benar-benar terjadi. Mengirimkan banyak TKI terutama tenaga profesional memang sangat menguntungkan.

Selain mengurangi beban pemerintah untuk menyediakan lebih banyak lapangan kerja, mereka juga bisa membantu negara melalui remitansi dalam jumlah yang sangat signifikan. Meski demikian, menggalakkan pembangunan di dalam negeri adalah prioritas. Jika bukan anak negeri sendiri, siapa lagi yang akan membangun negeri ini.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kumpulan Tugas Mandiri - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger